- Ditreskrimsus Polda Riau Gagalkan Perdagangan Ilegal 30 Kg Sisik Trenggiling di Rokan Hilir, Satu Pelaku Ditangkap
- Inovasi Berkelanjutan, Polda Riau Luncurkan Tabung Harmoni Hijau sebagai Model Integrasi SPPG
- Bentuk Karakter Positif, WBP Lapas Kelas IIA Pekanbaru Ikuti Pembinaan Kepribadian Lewat Kegiatan Pramuka
- Bea Cukai Riau Raih Capaian Impresif, 667 Penindakan dan Penerimaan Rp8 Triliun Lampaui Target Hingga 350 Persen
- Gajah Liar Masuk Permukiman di Rumbai, Bocah 8 Tahun Jadi Korban, ini Kata Kapolsek Rumbai
- Bocah Perempuan Kritis Diserang Gajah Liar di Rumbai Pekanbaru
- Mayat Pria Misterius Ditemukan Terkubur di Kebun Warga Perawang Barat, Polisi Selidiki Dugaan Pembunuhan
- Kapolres Kampar Ajak Mahasiswa STIE Bangkinang Wujudkan Kampus Hijau Lewat Program Green Policing
- Buka Lapangan Kerja dan Dukung Gizi Anak, Kapolda Riau Resmikan Dapur SPPG Yayasan Kemala Bhayangkari
- Wujud Nyata Kepedulian Polri terhadap Alam, Polsek Batu Hampar Gelar Green Policing di TK Kasih Bunda
Oknum Honorer Disdukcapil Bengkalis Terlibat Sindikat Pemalsuan Data Pribadi, Terancam 12 Tahun Penjara 
 
		
		
	
Keterangan Gambar : Foto : fn Indonesia
FN Indonesia Pekanbaru - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau membongkar praktik pemalsuan dokumen administrasi kependudukan (adminduk) yang melibatkan oknum honorer di Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kecamatan Pinggir Kabupaten Bengkalis.
Sindikat ini diketahui telah menjalankan operasinya sejak tahun 2024 dan menawarkan jasa ilegal pembuatan dokumen negara melalui media sosial.
Pengungkapan kasus ini berawal dari patroli siber rutin yang dilakukan Subdit Siber Ditreskrimsus Polda Riau pada Selasa, 15 April 2025. Dalam patroli tersebut, ditemukan akun Facebook bernama "Sultan Biro Jasa" yang secara terbuka menawarkan jasa pembuatan berbagai dokumen resmi seperti KTP, Kartu Keluarga, Akta Kelahiran, Buku Nikah, NPWP, hingga pengurusan badan usaha.
Baca Lainnya :
- Kabasarnas Audiensi ke Polda Riau, Tanam Pohon Gaharu Sebagai Simbol Sinergi Penanggulangan Karhutla0
- Ciptakan lingkungan Hijau, Polsek Batu Hampar Giat Himbau dan Sosialisasi Cegah Karhutla0
- Kabasarnas Kunjungi Kantor SAR Pekanbaru, Apresiasi Kinerja Personel Hadapi Potensi Bencana0
- Jelang May Day 2025, Ditsamapta Polda Riau Gelar Latihan Intensif Pengamanan0
- Pangdam I/BB Hadiri Apel Kesiapsiagaan Karhutla Riau 2025 di Pekanbaru0

Tim kemudian melakukan penyelidikan dan berhasil mengamankan tersangka pertama berinisial RWY, pemilik akun tersebut, pada Rabu, 23 April 2025, di jalan lintas Pekanbaru–Telukkuantan. Saat penangkapan, ditemukan dua KTP palsu atas nama Ramadani dan Ernawaty, serta satu buku nikah palsu. RWY mengaku mematok tarif Rp5 juta untuk dua KTP dan Rp2,5 juta untuk buku nikah.
Pengembangan kasus membawa tim kepada tiga tersangka lainnya, yaitu FHS, RWT, dan SHP. FHS ditangkap di Jalan Melati, Marpoyan Damai, Kamis dini hari 24 April 2025. Ia berperan mencetak fisik KTP menggunakan blanko asli yang diperolehnya dari SHP, seorang honorer aktif di Disdukcapil Kecamatan Pinggir. FHS juga bertugas menerbitkan NIK palsu dan surat pindah warga negara (SKPWNI).
Sementara itu, RWT, seorang wanita yang saat ini tengah hamil, diketahui memesan buku nikah kosong dari Bekasi dan mencetak data palsu di dalamnya. Ia mendapatkan upah Rp600 ribu untuk setiap buku nikah yang dibuat.
Tersangka SHP, yang menjadi kunci sindikat ini, ditangkap di kantornya pada Kamis siang, 24 April 2025. Ia diduga menyalahgunakan jabatannya dengan menerbitkan dua NIK dan satu surat pindah palsu, serta menyerahkan blanko KTP asli kepada FHS. Dari tangan SHP, tim menyita sejumlah barang bukti, termasuk komputer, printer, ponsel, serta dokumen berupa KTP dan KK atas nama palsu.
Direktur Reskrimsus Polda Riau, Kombes Pol Ade Kuncoro Ridwan, dalam konferensi pers pada Rabu, 30 April 2025, menyayangkan keterlibatan honorer Disdukcapil dalam kasus ini. “Sangat disayangkan ada oknum dari instansi pemerintah yang terlibat. Ini menunjukkan adanya celah pengawasan dalam sistem administrasi negara yang harus segera dibenahi,” ujarnya.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan, Pasal 51 ayat (1) jo Pasal 35 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Pasal 67 ayat (1) jo Pasal 65 ayat (1) UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, Hingga Pasal 266 jo Pasal 55 dan 56 KUHP tentang pemalsuan keterangan dalam akta otentik.
“Ancaman hukuman maksimal untuk kasus ini mencapai 12 tahun penjara,” tegas Kombes Ade. Ia juga mengimbau masyarakat agar tidak tergiur dengan jasa ilegal dan selalu mengurus dokumen secara resmi melalui jalur yang sah. (***)
 

 
			









