Puisi Karya UAS Dibacakan Wakapolda Riau, Getarkan Hati Warga di Rumah Singgah Tuan Kadi

Puisi Karya UAS Dibacakan Wakapolda Riau, Getarkan Hati Warga di Rumah Singgah Tuan Kadi

By FN INDONESIA 22 Jun 2025, 00:30:15 WIB Daerah
Puisi Karya UAS Dibacakan Wakapolda Riau, Getarkan Hati Warga di Rumah Singgah Tuan Kadi

Keterangan Gambar : Foto : Istimewa


FN Indonesia Pekanbaru — Malam Sabtu 21/6/2025 di kawasan Rumah Singgah Tuan Kadi, Senapelan, menjadi saksi bisu ketika suasana yang semula meriah perlahan berubah menjadi hening dan haru. Wakapolda Riau, Brigjen Pol Jossy Kusumo, naik ke panggung dan membacakan sebuah puisi yang menggetarkan nurani, karya Ustaz Abdul Somad (UAS), berjudul "Ketika Jossy Menyendir."

Puisi ini menjadi penutup yang mengesankan dalam acara seni budaya dan sosial yang merupakan bagian dari rangkaian peringatan Hari Bhayangkara ke-79. Kegiatan ini memadukan lomba pantun, syair, puisi, cipta lagu, hingga pelayanan kesehatan dan sosial gratis untuk masyarakat Pekanbaru.




Dengan latar Sungai Siak yang mengalir tenang dan cahaya temaram lampu panggung, Brigjen Jossy membacakan bait-bait puisi yang menggambarkan kerapuhan hubungan manusia dengan alam. Suaranya yang mantap namun sarat emosi menyampaikan kegelisahan mendalam tentang rusaknya hutan, punahnya satwa, dan tergerusnya nilai-nilai budaya.

“Ketika Meranti menjadi peti mati. Ketika Elang mengerang. Ketika Rajawali terikat tali. Ketika Gajah marah. Ketika Harimau dipukau,” ujar Jossy, diikuti hening panjang dari hadirin.

Puisi ini ditulis Ustaz Abdul Somad saat perjalanan malam dari Palangkaraya menuju Tumbang Samba, Kalimantan Tengah. Sebuah refleksi atas kerusakan lingkungan yang nyata, sekaligus ajakan untuk kembali pada akar budaya Melayu: merawat, bukan merusak; membimbing, bukan menyesatkan.




“Pohon dimohon, kayu dirayu. Merangkul tidak memukul. Mengajak tidak mengejek. Bismillah kaki melangkah,” lanjut Jossy, disambut tepuk tangan lirih penuh penghormatan.

Usai membacakan puisi, Brigjen Jossy menegaskan bahwa menjaga kelestarian lingkungan bukan semata urusan pemerintah atau aparat, melainkan panggilan nurani seluruh masyarakat, terlebih masyarakat Melayu yang sejak dulu hidup berdampingan dengan alam.

“Ini bukan hanya tugas negara, ini soal warisan. Soal arah hidup kita sebagai Melayu yang berakar pada alam,” tegasnya.

Baca Lainnya :



Kegiatan ini turut dihadiri oleh Kapolda Riau Irjen Pol Herry Heryawan, Wali Kota Pekanbaru Agung Nugroho, pendiri Tumbuh Institute Rocky Gerung, serta jajaran Forkopimda, tokoh Budaya serta masyarakat.

Panggung seni dan budaya di Rumah Singgah Tuan Kadi malam itu menjadi ruang perjumpaan yang unik — bukan sekadar selebrasi, tapi juga kontemplasi. Di tengah alunan pantun, lagu, dan syair, masyarakat disuguhkan pesan penting tentang perlunya kesadaran kolektif menjaga alam dan budaya.

Tokoh adat, budayawan, pelajar, hingga masyarakat umum hadir berbaur, menunjukkan bahwa kegiatan Bhayangkara kali ini tak hanya bersifat seremonial, tapi juga mengandung pesan ekologis dan kultural yang mendalam.

Dalam konteks peringatan Hari Bhayangkara ke-79, Polda Riau berhasil menghadirkan makna baru: bahwa pengabdian aparat tidak hanya sebatas keamanan dan penegakan hukum, tetapi juga menyentuh sisi sosial, budaya, dan ekologis masyarakat.

Dengan semangat kolaborasi dan pelibatan masyarakat, kegiatan ini mengajak semua pihak untuk bersatu menjaga bumi Lancang Kuning agar tetap hijau dan nilai-nilai Melayu tetap hidup dalam kehidupan sehari-hari. (***)




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment