- Dukung Pelestarian, Pertamina Patra Niaga Hadirkan Wisata Edukasi Konservasi Gajah di Aek Nauli
- Festival Pacu Jalur Jadi Magnet Diplomasi Budaya, Dubes Mozambik Ikut Terpukau
- Tradisi Mendunia, Pacu Jalur 2025 Kuansing Resmi Dibuka Menparekraf
- Pemberdayaan Masyarakat Lewat Workshop SAR, Basarnas Pekanbaru Perkuat Mitra Siaga
- PCR Smart Laboratory Mulai Dibangun, Gubernur Riau Lakukan Groundbreaking
- Pelatihan Public Speaking Digelar Polda Riau, Perkuat Implementasi Green Policing
- Fokus Keamanan dan Kenyamanan, Wakapolda Riau Arahkan Personel di Festival Pacu Jalur Kuansing
- Kapolsek Kandis Hadiri Pesta Rakyat HUT RI ke-80 di Kelurahan Simpang Belutu
- Polda Riau Imbau Pembatasan Operasional Truk Berlaku Selama Festival Pacu Jalur di Kuansing
- 13 Kg Sabu Tujuan Kendari Digagalkan Polda Riau dan AVSEC Bandara SSK II, 2 Tersangka Ditangkap
Polda Riau Tetapkan 13 Tersangka Penjarahan dan Pembakaran di Areal PT Seraya Sumber Lestari

Keterangan Gambar : Foto : fn Indonesia
FN Indonesia Pekanbaru – Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Riau menetapkan 13 orang sebagai tersangka dalam kasus penjarahan, pengrusakan, dan pembakaran fasilitas milik PT Seraya Sumber Lestari (PT SSL), yang terjadi pada Rabu, 11 Juni 2025. Aksi anarkis ini disebut dipicu oleh perselisihan lahan antara masyarakat dan perusahaan yang beroperasi di kawasan hutan konsesi di wilayah Riau.
Direktur Reskrimum Polda Riau, Kombes Pol Asep Darmawan, dalam konferensi pers Senin (23/6), menyatakan bahwa peristiwa ini tidak hanya mengakibatkan kerusakan fisik pada bangunan dan kendaraan, tetapi juga menimbulkan kerugian materil yang cukup besar.
“Sebanyak 13 tersangka telah kami tetapkan dalam kasus ini. Mereka memiliki peran berbeda, mulai dari pelaku pembakaran klinik dan kendaraan hingga penjarahan barang-barang milik perusahaan,” ungkap Asep.
Peristiwa ini bermula dari ketegangan terkait status kepemilikan lahan. Masyarakat mengklaim bahwa wilayah tersebut merupakan bagian dari tanah adat mereka yang telah digarap sebagai perkebunan sawit. Namun, berdasarkan dokumen legal, area tersebut berada dalam kawasan hutan negara yang telah diberikan izin pengelolaan kepada PT SSL melalui skema Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu – Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) oleh Kementerian Kehutanan.
“Persoalan ini sudah berlangsung lama, namun penyampaian aspirasi secara damai berubah menjadi tindakan anarkis pada 11 Juni sekitar pukul 10.00 WIB. Terjadi pembakaran besar-besaran yang menyebabkan kerusakan berat terhadap aset PT SSL,” jelas Asep.
Dalam kejadian tersebut, sejumlah fasilitas perusahaan dirusak dan dibakar, termasuk sebuah klinik serta kendaraan roda dua dan roda empat. Selain itu, beberapa barang berharga juga dijarah oleh massa.
“Total kerugian ditaksir mencapai sekitar Rp15 miliar,” imbuh Asep.
Menariknya, satu dari 13 pelaku yang ditetapkan sebagai tersangka diketahui masih di bawah umur, yakni berusia 15 tahun. Dalam kasus ini, Polda Riau telah mencoba menyelesaikan perkara melalui jalur diversi (pengalihan penyelesaian perkara anak di luar peradilan pidana), namun belum membuahkan hasil.
“Kami sudah mengupayakan diversi dengan melibatkan keluarga dan korban, tapi belum ada kesepakatan. Diversi kedua direncanakan akan dilakukan hari Selasa di kejaksaan. Jika tidak berhasil, maka proses hukum akan dilanjutkan ke tahap persidangan,” ucap Asep.
Para tersangka dijerat dengan pasal berlapis, di antaranya, Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, Pasal 187 KUHP terkait tindak pidana pembakaran, Pasal 351 KUHP mengenai penganiayaan.
Kombes Asep menegaskan bahwa Polda Riau akan menindak tegas siapapun yang terbukti bersalah, tanpa memandang latar belakang atau status sosial.
“Siapapun dia dan di manapun berada, proses penegakan hukum akan kami lakukan secara transparan dan profesional. Tidak ada kompromi bagi pelaku kekerasan dan tindakan kriminal,” tegasnya.
Insiden ini menjadi sorotan publik dan memicu kekhawatiran akan potensi konflik sosial yang lebih luas, khususnya terkait dengan sengketa lahan antara masyarakat lokal dan perusahaan pemegang izin konsesi. Pemerintah daerah diharapkan turut andil dalam penyelesaian akar masalah ini, agar tidak berujung pada tindakan kekerasan yang merugikan banyak pihak. (***)